AMBON, INFOFLAJKNEWS.COM – Pokok Pokok Pikiran DPRD yang lazim disebut Pokir me rupakan kumpulan permasalahan berupa saran, usul, pendapat serta keinginan dari kelompok masyarakat. Keinginan tersebut disampaikan dalam pertemuan bersama dengan anggota DPRD Kota Ambon ketika ada agenda reses, dengan tujuan agar aspirasi dari masyarakat ini bisa di perjuangkan.
Untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat ini, anggota DPRD harus membahas bersama dengan Badan Anggaran (Banggar), agar keinginan masyarakat bisa ditampung dalam RAPBD.
Ketika terjadi pembahasan dengan Banggar, maka Pokir yang awalnya berupa usul, saran, pendapat, berubah wujud menjadi Dana Pokir, yang selanjutnya dana tersebut akan dipakai untuk membiayai proyek-proyek untuk kepentingan masyarakat. Namun dana ini mulai bermasalah saat ditampung dalam APBD.
Masing-masing anggota DPRD mulai mengatur strategi agar dana pokir yang sudah dijabarkan dalam berbagai proyek ini bisa dikelola sendiri. Apakah anggota DPRD sudah tahu atau tidak bahwa dalam manejemen pengelolaan dana Pokir , area ini menjadi sisi rawan terjadinya perbuatan tindak pidana korupsi..?
Apalagi ada ketegasan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa setelah disetujui dan ditampung dalam APBD, maka Dana Pokir menjadi kewenangan atau urusan pihak Executive, sementara DPRD hanya mengawasi pelaksanaan dan realisasinya. Celakanya, ketegasan KPK ini tidak berlaku di DPRD Kota Ambon, dan dianggap angin lalu.
Akibatnya, proyek-proyek yang ditangani anggota DPRD melalui dana Pokir menjadi masalah, dan berpotensi terjadinya perbuatan tindak pidana.
Seperti yang ditemukan LSM LIRA Maluku melalui laporan masyarakat. Korwil LSM LIRA Maluku, Yan Sariwating menyebutkan, di Tahun Anggaran 2022, Pemkot Ambon menganggarkan Belanja Modal sebeser Rp. 214,6 Miliar lebih, dengan realisasi per 31-12 2022 sebesar Rp. 165,2 Miliar lebih atau 76,97 %.
Dari realisasi Rp. 165, 2 M tersebut, sebesar Rp. 103, 8 Miliar dipakai untuk melunasi hutang Tahun 2021, dan sisanya Rp. 61, 4 Miliar disediakan untuk membiayai kegiatan T.A 2022
“Dari sisa Rp. 61,4 Miliar, sebagian diantaranya yaitu sebesar Rp. 16,1 Miliar lebih digunakan untuk pembayaran uang muka atas pekerjaan Pengadaan Langsung (PL) yang merupakan hasil pokok pikiran anggota DPRD,”ungkap Sariwating, Selasa (9/1/2024).
Dikatakan, pembayaran uang muka Rp. 16,1 M ini adalah merupakan sebagian dari realisasi Belanja Modal PL, dengan nilai kontrak seluruh pekerjaan PL sebesar Rp. 55,8 Miliar.
“Dengan demikian per 31-12-2022 untuk Belanja Modal PL masih terhutang sebesar Rp. 39,6 Miliar lebih,”ucapnya.
Sariwating menegaskan, pekerjaan PL membawa dampak serius atas sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD. Sebut saja, dalam proses pengajuan dan penetapan pekerjaan Belanja Modal PL tidak ada proposal, namun seluruhnya diusulkan langsung oleh anggota DPRD.
Selanjutnya, ada beberapa lokasi proyek yang dipindah tidak pada lokasi usulan awal, bahkan ada proyek yang semula di anggarkan, kemudian entah kenapa diganti dengan proyek lain.
Tidak hanya itu, proyek yang awalnya tidak masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), namun di ajukan sebagai proyek baru pada DPA Perubahan.
Belum selesai akrobatik yang dilakukan anggota DPRD ini, Sariwating juga membeberkan, di Tahun 2022 juga ada 5 paket proyek lampu jalan dengan akumulasi dana sebesar Rp. 500 juta lebih hingga pertengahan Tahun 2023 tidak pernah dikerjakan, atau progres pekerjaan O %.
Lima proyek ini tersebar di Neg. Hative Kecil, Desa Galala, Neg. Halong, Kec. Wainitu dan Gunung Nona.
“Apa yang dilakukan anggota DPRD Kota Ambon ini telah melanggar ketentuan yang berlaku, seyogianya hal ini harus menjadi perhatian semua pihak,”kata Sariwating. Dia juga menilai, Pemkot Ambon yang punya anggaran, ternyata diam membisu tidak punya nyali untuk mengantisipasi bakal terjadinya pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD.
Inspektorat yang telah diberikan kewenangan khusus untuk lakukan pengawasan, juga dinilai Sariwating loyo dan tidak bisa berbuat apa-apa. “Kasus Dana Pokir ini harus di hentikan, dan cara untuk menghentikan adalah meminta aparat KPK untuk lakukan proses penyelidikan. Jika dalam proses penyeli dikian ditemui adanya praktek yang menjurus kepada tindak pidana korupsi, maka pelakunya siapapun dia harus dimintai pertanggung jawaban,”pungkasnya. (Red. Sumber KBRN, AMBON)
Komentar